Berkaitan dengan Pengembangan Harta/Perolehan Keuntungan
Ada tiga kemungkinan bagi pemilik harta dalam menggunakan hartanya :
a) Dibelanjakan
b) Diinvestasikan
c) Ditumpuk
Pada prisipnya ketiga hal ini terlarang dengan keras jika menimbulkan dampak negative. Seseorang boleh membelanjakan hartanya asal tidak mengakibatkan pemborossan atau membuang-buangnya. Seseorang yagn terbiasa member bantuan bukan pada tempatnya dapat dikenakan atasnya kandungan pesan QS. Al-Nisa’ [4]: 5 yang menyatakan :
Dan janganlah kamu menyerahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan,”
Menginvestasikan harta pun tidak boleh terlepas dari aspek kemaslahatan dan keadilan itu. Dari sini lahir larangan riba. Apa pun definisi riba yang jelas unsure utamanya adalah kezaliman, yakni ekploitasi yang lemah oelh yang kuat. Sedang penumpukan tanpa melaksankan fungsi sosialnya diancam dengan siksa neraka (QS. Al-Taubah [9]: 34, QS. Al-Humazah [104]: 1-2). Al hasil, harta harus dikembangkan secara baik dan benar. Karena kalau ditumpuk tanpa pengembangan maka jumlah modal semestinya tersedia menjadi berkurang, dan ini dapat mengurangi kesejahteraan yang didambakan al-Qura’an. Karena itulah, antara lain, pengasuh/wali anak dituntut untuk mengembangkan harta anak yatim. Terdapat beberapa prindip ajaran agama dalam konteks pengembangan harta, antara lain :
1. Kehalalan. Tidak dibenarkan melakukan aktivitas atau memperdagangkan hal-hal yang bersifat haram. Minuman keras, misalnya, tidak dibenarkan untuk diperjualbelikan karena dampak buruk terhadap manusia
2. Saling menerima dengan baik. Tidak dibenarkan jua-beli dengan paksa, bahkan agama membuka peluang pemberian tenggang waktu bagi pembeli untuk mengukuhkan atau membatalkan transaksi
3. Manfaat. Tidak dibenarkan melakukan kegiatan perdagangan yang tidak manfaat
4. Keseimbangan. Keuntungan antara pembeli dan penjual haruslah seimbang. Jual-beli dan riba keduanya sama-sama pertukaran, tetapi jual beli dihalalkan karena pertukaran itu menghasilkan keuntungan seimbang, sedangkan riba diharamkan karena keuntungan didapat oleh satu pihak dengan mengeksploitasi kelemahan mitranya
5. Kejelasan. Ini dimaksudkan agar interaksi tidak berpotensi melahirkan perselisihan/ permusuhan. Karena itu, barang yang diperjual belikan, harus jelas kualifikasinya dan syarat-syaratnya,.
6. Persaingan yang sehat. Nabi saw. Bersabda :
“Janganlah seseorang menjual atas jualan saudaranya” (HR. Bukhari dan Muslim melalui Abu Hurairah ra.), yakni jangan berkata kepada pembeli setelah kesepakatan berjual-beli:”Batalkan perjanjianmu membeli atau menjual kepadamu dengan harga yang lebih murah, atau batalkan penjualan mu kepada si A dan aku akan membeli darimu harga yang lebih mahal.” Dapat dijabarkan oleh manusia sesuai dengan situasi dan perkembangan masyarakat, selama itu mencerminkan ajaea al-Qur’an dan Sunnah :
Dia (Allah) sekali-kali tidak dijadikan untuk kamu dalam adagama suatu kesempitan pun.(QS. Al-Hajj[22]:78)
Allah menghendaki buat kamu kemudahan dan Dia tidak menghendaki buat kamu kesulitan. (QS. Al-Baqarah [2]:185)
Selanjutnya kita dapat berkata bahwa jika anda telah memenuhi ketentuan-ketentuan diatas dalam interaksi bisnis sesama manusia, maka anda telah berbisnis bersama Allah, dan ketiaka anda bersama Allah maka anda tidak akan merasa rugi.
Akhirnya, kalau dalam berbisnis bertolak pada kesucian dengan memperhatikan ketentuan ilahi serta berupaya sekuat tenaganya, lalu mengakhiri usaha maksimalnya dengan kepuasan, maka pasti jika ia gagal meraih apa yang diharapkan , Allah akan membantunya
a) Dibelanjakan
b) Diinvestasikan
c) Ditumpuk
Pada prisipnya ketiga hal ini terlarang dengan keras jika menimbulkan dampak negative. Seseorang boleh membelanjakan hartanya asal tidak mengakibatkan pemborossan atau membuang-buangnya. Seseorang yagn terbiasa member bantuan bukan pada tempatnya dapat dikenakan atasnya kandungan pesan QS. Al-Nisa’ [4]: 5 yang menyatakan :
Dan janganlah kamu menyerahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan,”
Menginvestasikan harta pun tidak boleh terlepas dari aspek kemaslahatan dan keadilan itu. Dari sini lahir larangan riba. Apa pun definisi riba yang jelas unsure utamanya adalah kezaliman, yakni ekploitasi yang lemah oelh yang kuat. Sedang penumpukan tanpa melaksankan fungsi sosialnya diancam dengan siksa neraka (QS. Al-Taubah [9]: 34, QS. Al-Humazah [104]: 1-2). Al hasil, harta harus dikembangkan secara baik dan benar. Karena kalau ditumpuk tanpa pengembangan maka jumlah modal semestinya tersedia menjadi berkurang, dan ini dapat mengurangi kesejahteraan yang didambakan al-Qura’an. Karena itulah, antara lain, pengasuh/wali anak dituntut untuk mengembangkan harta anak yatim. Terdapat beberapa prindip ajaran agama dalam konteks pengembangan harta, antara lain :
1. Kehalalan. Tidak dibenarkan melakukan aktivitas atau memperdagangkan hal-hal yang bersifat haram. Minuman keras, misalnya, tidak dibenarkan untuk diperjualbelikan karena dampak buruk terhadap manusia
2. Saling menerima dengan baik. Tidak dibenarkan jua-beli dengan paksa, bahkan agama membuka peluang pemberian tenggang waktu bagi pembeli untuk mengukuhkan atau membatalkan transaksi
3. Manfaat. Tidak dibenarkan melakukan kegiatan perdagangan yang tidak manfaat
4. Keseimbangan. Keuntungan antara pembeli dan penjual haruslah seimbang. Jual-beli dan riba keduanya sama-sama pertukaran, tetapi jual beli dihalalkan karena pertukaran itu menghasilkan keuntungan seimbang, sedangkan riba diharamkan karena keuntungan didapat oleh satu pihak dengan mengeksploitasi kelemahan mitranya
5. Kejelasan. Ini dimaksudkan agar interaksi tidak berpotensi melahirkan perselisihan/ permusuhan. Karena itu, barang yang diperjual belikan, harus jelas kualifikasinya dan syarat-syaratnya,.
6. Persaingan yang sehat. Nabi saw. Bersabda :
“Janganlah seseorang menjual atas jualan saudaranya” (HR. Bukhari dan Muslim melalui Abu Hurairah ra.), yakni jangan berkata kepada pembeli setelah kesepakatan berjual-beli:”Batalkan perjanjianmu membeli atau menjual kepadamu dengan harga yang lebih murah, atau batalkan penjualan mu kepada si A dan aku akan membeli darimu harga yang lebih mahal.” Dapat dijabarkan oleh manusia sesuai dengan situasi dan perkembangan masyarakat, selama itu mencerminkan ajaea al-Qur’an dan Sunnah :
Dia (Allah) sekali-kali tidak dijadikan untuk kamu dalam adagama suatu kesempitan pun.(QS. Al-Hajj[22]:78)
Allah menghendaki buat kamu kemudahan dan Dia tidak menghendaki buat kamu kesulitan. (QS. Al-Baqarah [2]:185)
Selanjutnya kita dapat berkata bahwa jika anda telah memenuhi ketentuan-ketentuan diatas dalam interaksi bisnis sesama manusia, maka anda telah berbisnis bersama Allah, dan ketiaka anda bersama Allah maka anda tidak akan merasa rugi.
Akhirnya, kalau dalam berbisnis bertolak pada kesucian dengan memperhatikan ketentuan ilahi serta berupaya sekuat tenaganya, lalu mengakhiri usaha maksimalnya dengan kepuasan, maka pasti jika ia gagal meraih apa yang diharapkan , Allah akan membantunya
0 komentar:
Posting Komentar
Dalam memberikan komentar harap jangan menggunakan spam atau yang berbau porno, komentar anda sangat kami hormati,,,trims...Hidup Saling Berbagi..