Selamat Datang di Blognya Wong Dezzo

Mohon Maaf Jika Anda Merasa Tidak Nyaman

Masih Dalam Proses Pembaharuan.

Mohon Maaf Jika Anda Merasa Tidak Nyaman

Masih Dalam Proses Pembaharuan.

Mohon Maaf Jika Anda Merasa Tidak Nyaman

Masih Dalam Proses Pembaharuan.

Mohon Maaf Jika Anda Merasa Tidak Nyaman

Masih Dalam Proses Pembaharuan.

Mohon Maaf Jika Anda Merasa Tidak Nyaman

Masih Dalam Proses Pembaharuan.

Tampilkan postingan dengan label Nasional. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Nasional. Tampilkan semua postingan

Kesaksian Non Muslim Soal Kewalian Gus Dur

GUS DUR WALI (63)
Kesaksian Non Muslim Soal Kewalian Gus Dur

Gus Dur tokoh pluralis yang menjadi pembela kelompok minoritas. Tak heran ia memiliki banyak teman dari kalangan non Muslim yang merasa nyaman dan terlindungi oleh Gus Dur.

Beberapa teman dekatnya dari non muslim menyaksikan fenomena kewalian yang dimiliki oleh Gus Dur, seperti Marsilam Simanjuntak dan Irwan David Hadinata, sebagaimana dituturkan oleh Mahfud MD dalam bukunya “Setahun bersama Gus Dur: Kenangan menjadi Menteri di saat Sulit”

Catatan Mahfud MD menyebutkan suatu ketika ia bertanya kepada Marsilam Simanjuntak- seorang yang dikenal dekat dengan Gus Dur, sekalipun ia seorang non Muslim.

“Sebagai kawan lama Gus Dur, apakah Pak Marsilam mempercayai kegaiban,” tanya Pak Mahfud.

Jawaban Marsilam cukup mengherankan Pak Mahfud. Marsilam mengatakan bahwa ia sebenarnya tidak percaya pada hal-hal seperti itu.

“Tetapi saya memang punya pengalaman aneh dengan Gus Dur,” ungkap Marsilam dengan mimik serius yang kemudian bercerita tentang kejadian pada 1999.

Pada pertengahan 1999, kelompok Forum Demokrasi (Fordem) mengadakan rapat untuk menggeser Gus Dur dari jabatan ketua. Menurut Marsilam, teman-temannya di Fordem banyak mengeluh karena Gus Dur telah lupa pada Fordem dan lebih banyak mengurus  Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Untuk itu, Gus Dur akan diminta mundur dari jabatannya sebagai ketua Fordem. Yang menarik, pada pertemuan itu, sebelum diminta oleh forum, Gus Dur langsung menyatakan akan berhenti karena merasa dirinya memang tidak tepat lagi memimpin Fordem.

Gus Dur mengaku sangat sibuk dan tidak punya waktu untuk terus memimpin Fordem. Gus Dur juga mengatakan bahwa ia tidak seterampil serte teliti seperti Marsilam.

“Lagi pula, kemarin saya didatangi oleh Mbah Hasyim yang memberitahu bahwa bulan Oktober ini saya akan jadi Presiden. Jadi, saya tidak bisa terus di Fordem,” demikian Gus Dur menceritakan adanya berita gaib dari Kiai Hasyim Asy’ari.

Padahal, pada saat itu, nama Gus Dur belum muncul sebagai calon presiden yang signifikan. Poros Tengah yang kemudian mengusung nama Gus Dur saja ketika itu belum lahir.

Tidak aneh, kata Marsilam, banyak diantara orang Fordem yang mendengan pidato Gus Dur itu menanggapinya dengan sikap berbeda-beda. Ada yang tertawa karena menganggap Gus Dur melakukan improvisasi atas pengunduran dirinya, ada yang seperti sedih karena menganggap Gus Dur sudah tidak normal, tetapi ada juga yang heran karena ekspresi Gus Dur yang cukup serius ketika mengatakan itu. Dan ternyata, pada Oktober menjadi Presiden sesuai dengan pesan gaib yang –kata Gus Dur sendiri- diterima dari Kiai Hasyim Asy’ari.

Irwan David Hadinata, seorang mantan tentara dan alumus ITB yang kini bergerak dalam dunia bisnis, pernah menyampaikan cerita yang sama dengan cerita Marsilam kepada Mahfud MD. Menjelang Pemilu tahun 1999, kira-kira delapan bulan sebelum menjadi Presiden, Gus Dur memberitahu kepada Irwan bahwa dia akan menjadi Presiden. Dua bulan sebelum terpilih menjadi Presiden, Gus Dur kembali memberitahu bahwa pada bulan Oktober dia akan menjadi Presiden. Semula Irwan tidak terlalu serius menanggapi pemberitahuan itu dan untuk sekedar berbasa-basi saja kalau saat itu dia menjawab

“Mudah-mudahan Pak Abdurrahman Wahid benar-benar menjadi presiden.” Irwan menjadi sangat kaget ketika pada bulan Oktober 1999 Gus Dur benar-benar menjadi presiden.

“Di kalangan teman-teman pemuluk agama Katolik, Gus Dur itu disamakan dengan ‘Santo’ yakni orang suci yang dikalangan orang Islam disebut ‘wali’,” kata Irwan.



Penulis: Mukafi Niam

Kesaksian Petinggi Muhammadiyah tentang Kewalian Gus Dur


GUS DUR WALI (64)
Kesaksian Petinggi Muhammadiyah tentang Kewalian Gus Dur


Meskipun di depan publik NU dan Muhammadiyah sering dianggap berseberangan, tapi faktanya diantara tokoh dan petingginya sendiri terjalin keakraban dengan tetap menghormati perbedaan pandangan masing-masing.

Diantara tokoh Muhammadiyah yang pernah menyaksikan sisi “linuwih” Gus Dur adalah Syafii Maarif, mantan ketua umum PP Muhammadiyah dan Mukthie Fadjar seperti disampaikan oleh Mahfud MD dalam bukunya “Setahun Bersama Gus Dur: Kenangan Menjadi Menteri di saat Sulit”.

Dalam bukunya tersebut Mahfud Menuturkan, Syafii Maarif pernah menulis di harian Kedaulatan Rakyat, menceritakan bahwa pada awal Juni 1999 Gus Dur sudah pernah mengatakan kepadanya bahwa dia akan menjadi presiden dan menjanjikan akan memberi sejumlah kursi di kabinet kepada orang-orang Muhammadiyah.

Waktu itu, Syafii Maarif menjawab sambil bercanda, bahwa, jika Gus Dur menjadi presiden, Muhammadiyah tidak akan minta jatah kursi di kabinet. Syafii Maarif menceritakan percakapannya dengan Gus Dur itu beberapa waktu setelah Gus Dur benar-benar menjadi presiden.

Informasi Jatuhnya Soeharto

Bukan hanya soal dirinya akan menjadi presiden yang dikemukakan oleh Gus Dur kepada orang-orang tertentu. Setahun sebelum jatuhnya Soeharto dari kursi kepresidenan, Gus Dur juga sudah mengatakan dengan yakin bahwa sang Presiden akan jatuh. Prof A Mukthie Fadjar, guru besar Hukum Tata Negera dari Universitas Brawijaya Malang pernah bercerita juga bawah ketika bertemu dengan Gus Dur di Kediri pada tahun 1997, ia dititipi pesan oleh Gus Dur untuk disampaikan kepada Malik Fadjar, kakkanya, yang ketika itu menjadi salah seorang direktur jenderal di Departemen Agama.

“Sampaikan pada Pak Malik Fadjar agar tidak usah dekat-dekat dengan Pak Harto. Sebenar lagi Pak Harto itu akan jatuh,”

Demikian pesan Gus Dur seperti ditirukan oleh Mukthie Fadjar kepada Mahfud MD ketika sama-sama menguji kandidat doktor di Universitas Padjdjaran Bandung. Dan terbukti penguasa Orde Baru ini jatuh oleh gelombang protes mahasiswa yang membawa angin perubahan lewat reformasi.




Penulis: Mukafi Niam

Firasat Gus Dur jelang Tsunami Aceh


GUS DUR WALI (61)
Firasat Gus Dur jelang Tsunami Aceh


26 Desember 2004 pagi yang cerah di Aceh tiba-tiba saja menjadi bencana mengerikan ketika gelombang besar dari laut atau tsunami meluluhlantakkan segala hal yang ada dibibir pantai. Ratusan ribu nyawa melayang dan nasib ratusan ribu rakyat lainnya mengenaskan akibat kehilangan harta benda dan keluarga yang menopang hidup.

Ditempat lain beberapa minggu sebelumnya, tepatnya di Masjid Agung Demak, H Sulaiman, asisten Gus Dur diperintahkan melalui telepon untuk membuka-buka Al Qur’an dan membaca ayat tepat di halaman yang dibuka tersebut.

Halaman yang terbuka waktu itu adalah surat Nuh, yang menceritakan tentang banjir besar yang melanda dan menghabiskan umat nabi Nuh yang ingkar terhadap Allah.

Sulaiman pun bertanya kepada Gus Dur tentang makna atas surat dalam Al Qur’an yang dibacanya tersebut. “Akan ada bencana besar yang menimpa Indonesia,” kata Gus Dur, tetapi tidak menyebutkan secara detail dimana dan kapan, serta bentuk bencananya seperti apa. Sulaiman pun terdiam mendengan penjelasan tersebut dan tidak banyak berkomentar.

Benar saja, tak berselang lama, tsunami yang diakibatkan oleh gempa berkekuatan 8.9 skala richter, yang berkolasi di Samudera Indonesia, 32 km di dekat Meulaboh Aceh menghebohkan dunia dan menimbulkan korban lebih dari 200 ribu jiwa.

Kesedihan pun melanda bangsa Indonesia, dan secara bersama-sama semuanya bahu-membahu memberikan bantuan yang diperlukan sesuai dengan kemampuannya masing-masing untuk mengurangi penderitaan para korban serta melakukan upaya pemulihan.

Setelah kejadian tersebut, Sulaiman kembali mendiskusikan masalah bacaan surat Nuh dan bencana tsunami Aceh dengan Gus Dur.

“Ini merupakan peringatan Allah bagi orang Aceh dan bangsa Indonesia,” katanya.

Konflik di Aceh berupa keinginan sebagian masyarakat untuk memisahkan diri dari NKRI telah menimbulkan ribuan korban nyawa selama puluhan tahun. Berbagai upaya penyelesaian telah dilakukan, tetapi tak membuahkan hasil dan rakyat terus menderita. Masing-masing pihak tidak mau berkompromi untuk kepentingan rakyat banyak.

Peringatan dari Allah ternyata manjur.  Upaya mediasi yang sebelumnya sulit dilakukan ternyata bisa berjalan dengan baik dan menghasilkan perjanjian damai yang berlangsung sampai saat ini.


Penulis: Mukafi Niam

Mimpi Gus Dur Miliki Gedung Berlantai Sembilan


GUS DUR WALI (62)
Mimpi Gus Dur Miliki Gedung Berlantai Sembilan

Sebuah gedung megah berlantai sembilan kini berdiri megah di jalan Kramat Raya 164 Jakarta Pusat. Inilah salah satu peninggalan Gus Dur ketika menjabat sebagai ketua umum PBNU selama tiga periode.

Sebelumnya, kantor PBNU hanya berlantai 2 tingkat yang dipakai selama puluhan tahun. Dengan banyaknya badan otonom dan lembaga yang ada  di PBNU, kantor tersebut terasa sesak, apalagi dengan kegiatan keorganisasian yang luar biasa.

Bagaimana awal mulanya ide pendirian gedung PBNU ini? H Sulaiman, asisten Gus Dur menuturkan, cita-cita pendirian gedung berlantai 9 ini muncul setelah terpilihnya Gus Dur dalam muktamar ke-28 NU di Krapyak tahun 1989.

“Waktu itu, Gus Dur menuturkan kepingin bikin gedung NU yang bisa memfasilitasi berbagai kegiatan. Pokoknya berlantai 9 sesuai dengan simbol NU,“ kata Sulaiman.

Ia waktu itu merasa pesimis PBNU bisa memiliki gedung megah yang bisa dimanfaatkan untuk menampung kegiatan NU mengingat situasi dan kondisi yang kurang memihak NU. Akan tetapi, ketika disampaikan, Gus Dur hanya menjawab “Ya, kita lihat saja nanti”

Waktu pun terus berjalan dan perjalanan Gus Dur dalam memimpin NU menghadapi banyak rintangan dan hambatan yang tak mudah. Penguasa Orde Baru tak nyaman dengan langkah-langkah yang dilakukan Gus Dur yang kritis pada kebijakan-kebijakan yang menyengsarakan rakyat.

Perubahan sosial politik sebagai akibat reformasi telah menyebabkan NU yang dulu dikuyo-kuyo kini bisa menunjukkan kekuatannya. Salah satunya adalah terpilihnya Gus Dur sebagai presiden RI ke-4.

Cita-cita yang diucapkannya 10 tahun sebelumnya tak dilupakan. Sebuah gedung berlantai sembilan segera didesain, terdiri dari 8 lantai untuk kantor dan 1 lantai di basement sebagai ruang parkir. Tinggi gedung ini pas dengan aturan batasan bangunan tertinggi di jalan Kramat Raya.

Peletakan batu pertama dilakukan pada 5 November 1999/26 Rajab 1420 H. Seluruh pengurus bekerja keras bahu membahu agar bisa mengerjakan gedung ini. Warga NU juga diinstruksikan agar menyisihkan sebagian rizkinya untuk pembangunan gedung ini. Upaya ini tidak sia-sia. Hanya perlu waktu sekitar 2 tahun, gedung ini bisa diselesaikan dan diresmikan pada 6 Juni 2001/Rabiul Awal 1422.

Kini berbagai kegiatan bisa dilakukan dengan ruangan yang lebih lega dan nyaman. PBNU juga dapat menerima tamu dalam ruangan yang lebih representatif. Lantai tiga dikhususkan untuk ruangan pengurus tanfidziyah, lantai empat ruangan syuriyah sedangkan lantai lainnya untuk kantor lembaga dan badan otonom. Lantai satu untuk musholla yang dalam waktu dekat akan dirubah menjadi masjid sedangkan lantai 8 merupakan aula utama untuk menggelar berbagai acara besar.



Penulis: Mukafi Niam