Selamat Datang di Blognya Wong Dezzo

POLIGAMI


Kita pernah mendengar tentang POLIGAMI AWARD baru-baru ini. Ini adalah masalah pro dan kontra. Terlebih dahulu, saya akan mengantarkan suatu kisah. Dulu, ada salah seorang penguasa dinasti Abbasiyah yang isterinya tidak senang pada suaminya, karena suaminya baru kawin lagi. Maka dia mengadukan hal ini kepada Khalifah, yang bernama Abu Mansyur. Kata Khalifah, “Baiklah, kita mengundang seorang ulama besar yang bernama Abu Hanifah atau Imam Hanafi (pendiri salah satu madzhab dari 4 madzhab yang terkenal -Syafi’i, Hambali, Maliki dan Hanafi-).”
Diundanglah ulama tersebut. Mereka hadir bertiga dalam diskusi. Sang suami, bertanya kepada ulama tersebut, “Berapa banyak seorang laki2 diperkenankan untuk kawin ?”. Maka Abu Hanifah menjawab, “4 orang isteri”. Suami kemudian berkata dan melirik kepada isterinya, “Nah kamu udah dengar tuh”. Isteri menjawab, “Ya saya sudah dengar. Bolehkah seseorang keberatan jika suaminya kawin lebih dari satu ?”. Imam menjawab, “Tidak boleh karena itu ketetapan Tuhan”. Suami berkata lagi kepada isterinya, “Dengar tuh”.

Kemudian Imam berkata, “Tetapi wahai penguasa, Tuhan itu menetapkan harus adil. Dan bagi yang tidak mampu adil sebaiknya mengikuti tuntunan Tuhan, supaya cukup satu”. Isterinya yang mendengar ini berkata balik kepada suaminya, “Dengar tuh”.
Selesai diskusi, beberapa hari kemudian, sang isteri kemudian mengirim hadiah kepada Imam Hanafi. “Terima kasih, engkau sudah menasehati suamiku”. Imam kemudian mengembalikan hadiah itu, dan dia berkata “Saya berucap menyampaikan hal itu, bukan berbasa-basi kepada kamu. Tetapi saya menyampaikan, inilah pandangan saya tentang poligami yang saya pahami dari Al Quran”. Nah, saya (pak Quraish) akan menyampaikan tentang poligami dari yang saya pahami dari Kitab Suci, bukan untuk berbasa-basi kepada lelaki/suami, tidak juga ingin berbasa-basi kepada para perempuan/isteri. Kita akan lihat bagaimana sebenarnya ketentuan agama dalam Al Quran tentang poligami.
Menurut saya (pak Quraish), bukan hanya Islam yang pertama kali membolehkan poligami. Dalam kitab perjanjian lama, Nabi Daud mempunyai banyak isteri. Baiklah, kalau kita membuka lembaran Al Quran, persoalan poligami disebut dalam Surat Annisa(4) : 3, disana Allah berfirman “Kalau kamu khawatir, tidak berlaku adil terhadap anak-anak yatim maka kawinilah selain anak2 yatim itu, perempuan2 yang kamu sukai, dua-dua, tiga-tiga, atau empat-empat. Tetapi kalau kamu khawatir tidak berlaku adil maka cukup satu.”
Kita lihat, ayat itu turun karena ada orang-orang yang sedang memelihara anak-anak yatim yang kebetulan anak-anak yatim itu cantik, masih muda dan punya harta. Mereka ingin mengawini anak-anak yatim itu, atau juga ingin mendapatkan hartanya namun dengan tidak ingin membayar maharnya yang sesuai. Itu namanya mereka tidak berlaku adil. Karena itu, Tuhan melarang para pengasuh anak yatim ini, “Kamu harus berlaku adil, kalaupun kamu ingin mengawininya lantas tidak berlaku adil, maka kawinilah perempuan yang lain, karena anak-anak yatim itu lemah.” Ayahnya sudah meninggal sehingga tidak ada yg membela dia, tetapi kalau perempuan yang lain, mereka masih punya orang tua yang bisa membela dia dan sebagainya.
Pertanyaan pertama yang kemudian muncul adalah :Kalau ayat ini turun berkaitan dengan pengasuh anak-anak yatim yang ingin mengawini mereka itu yang kemudian dilarang karena khawatir mereka tidak bisa berlaku adil tapi kemudian diperbolehkan untuk berpoligami dengan wanita lain, maka apakah izin poligami ini hanya berlaku pada pengasuh anak-anak yatim ?
Kalau jawabannya hanya berlaku pada pengasuh anak-anak yatim seperti ada yang berpendapat seperti ini, itu keliru, karena sahabat-sahabat Nabi pun yang tidak memelihara anak yatim ternyata berpoligami.
Pertanyaan kedua :
Berapa banyakkah berpoligami itu, karena dikatakan “dua-dua, tiga-tiga atau empat-empat” ? Berapakah jumlahnya ? Bolehkah 18 (dari 2+2+3+3+4+4) ? Masya Allah. Bukan itu maksudnya. Tidak boleh 18.
Ataukah bolehkah 9 (dari 2+3+4=9) ? Tidak boleh 9.
Nabi menjelaskan maksimal 4 orang isteri.
Kita lihat lebih jauh di ayat itu, “Kalau kamu takut (khawatir) tidak berlaku adil”. Kita kaji seperti berikut :
1. Kalau yakin tidak adil bolehkah ? Tidak boleh.
2. Kalau menduga keras tidak berlaku adil, bolehkah ? Tidak boleh.
3. Kalau ragu bisa berlaku adil atau tidak ? Ada ulama yang menjelaskan kalau dia ragu, itu boleh. Namun sebaiknya, orang yang ragu meninggalkan keraguannya menuju yang baik. Jadi kalau ragu, mestinya tidak boleh.
4. Kalau yakin bisa berlaku adil bolehkah ? Boleh.
5. Kemudian apakah boleh itu berarti perintah atau boleh ajah ? Itu boleh ajah. Istilah dalam bahasa agama, itu mubah/boleh. Bukan sunnah, bukan wajib, bukan makruh tapi mubah/boleh.
6. Sekarang kalau menduga keras bisa berlaku adil ? Boleh, tapi syaratnya adil.
Apa yg dimaksud kemudian dengan adil ? Jadi sebelum berpoligami, harus melihat dulu diri kita. Kira2 mampu berlaku adil atau tidak. Melihat diri itu, berarti mempelajari diri dari segi ekonomi dan dari segi jasmani pula. Jangan sampai Anda sakit2an mau berpoligami, bisa tidak adil. Lalu pelajari dari segi mental. Ada orang kaya yang sehat jasmaninya tapi boleh jadi terlalu cenderung kepada isteri muda, walaupun uangnya banyak kecendrungan hatinya terlalu padanya maka ini namanya juga tidak berlaku adil.
Kalau syarat-syarat ini memenuhi, maka ketika itu bolehlah berlaku adil dan dibolehkanlah poligami.
Sekarang saya (pak quraish) ingin bertanya? Jadi pada prinsipnya poligami boleh atau tidak ? Boleh. Diperintahkan atau tidak ? Tidak diperintahkan. Kita lihat bolehnya ini sampai dimana. Ada orang-orang sekarang yang berkata berlaku adil itu tidak mungkin. Mereka mendasarkan pada firman Allah dalam Surat An-Nisa (4) ayat 129 : “Dan kamu sekali2 tidak bisa berlaku adil terhadap isteri-isterimu, walaupun kamu mau…”. Tapi mereka berhenti sampai disitu. Itulah yang menjadikan mereka berkata bahwa poligami tidak boleh. Tetapi sekali lagi, orang ini tidak boleh berhenti membaca disitu, karena ayat itu masih berbunyi “…karena itu janganlah kamu terlalu cenderung kepada salah seorang isteri kamu, sehingga meninggalkan sama sekali isteri yang lain”.
Yang kamu tidak dapat berlaku adil itu adalah hati kamu. Apakah kita yang mampu menguasai hati kita ? Hati tidak bisa kita kuasai. Nabipun bersabda “Ya Allah, saya berpoligami, tapi inilah yang mampu saya lakukan (dari segi fisik, dari segi materi, dan dari segi giliran), tetapi hati saya lebih senang pada Aisyah daripada yang lain, dan saya lebih senang kepada Siti Khadijah yang walaupun sudah meninggal daripada yang lain. Tapi ini di luar kemampuan saya”. Nah, ketika Allah berfirman, “Kalian tidak bisa adil walaupun kalian mau”. Keadilan yang dimaksud di sana adalah keadilan dari segi hati. Kita pun sulit untuk berlaku adil secara hati kepada anak-anak kita. Ada anak yang lebih kita senangi daripada anak-anak yang lain. Oo, si A anak yang taat, ini anak pintar dan lain-lain, walaupun mereka anak-anak kandung kita.
Jadi pada prinsipnya poligami adalah boleh tapi syaratnya adil. Kita lihat dalam kenyataan sekarang, orang yang berpoligami itu adil atau tidak ? Ada ulama-ulama melarang, karena mereka lihat kenyataan sekarang ini poligami mempunyai dampak terlalu buruk. Bukan hanya bohong saja. Anak tirinya jadi musuh anak yang lain. Terjadi pengkhianatan, terjadi percekcokan. Karena itu, kata mereka, pemerintah perlu turun tangan untuk melarang poligami. Di beberapa negeri Islam, seperti Tunisia menempuh cara ini. Tercantum dalam undang-undang mereka, bahwa poligami dilarang. Yang berpoligami tanpa ijin akan ditahan/dipenjara 1 tahun dan didenda. Itu salah satu pandangan ulama tentang poligami.
Namun ada lagi ulama-ulama yang berkata. Boleh berpoligami asal dapat izin dari pemerintah untuk menilai apakah orang tersebut layak secara ekonomi, sehat secara mental, dan memang ada kebutuhan. Karena terkadang ada kebutuhan pada poligami. Saya beri contoh. Boleh jadi ada seseorang yang masih muda namun isterinya sakit (akut). Masih ada keinginan dan kebutuhan seksualnya yang tinggi, lalu apakah dengan menceraikan isterinya yang sedang sakit atau ‘jajan’ di luar ? Dua-duanya tidak benar. Jadi bagaimana jalan keluarnya, jadi hayo apa ayo ibu-ibu (pengajian yang hadir ibu-ibu semua) ? Jalan keluar yang benar dan dibolehkan adalah berpoligami. Adapula suami isteri yang sudah sekian lama tidak memiliki anak, yang menurut dokter isterinya ternyata mandul. Di sinilah tempatnya poligami itu diperbolehkan.
Contoh yang lain, jaman dulu ada peperangan besar seperti Perang Dunia I di Perancis. Laki-laki banyak yang gugur. Semula mereka melarang poligami, kemudian berubah menjadi menganjurkan untuk berpoligami. Karena kalau tidak, akan dikemanakan para janda tersebut ? akan dikemanakan anak-anak yatim itu ? Jadi sebenarnya ada situasi tertentu secara perorangan atau dalam masyarakat sehingga poligami bisa dibenarkan.
Bukan lantas membuka pintu poligami lebar-lebar. Dengan alasan, Nabi juga berpoligami, saya juga ingin berpoligami. Apakah Anda sama dengan Nabi ? Baiklah jika Anda sama dengan Nabi, poligaminya harusnya dengan janda-janda yang sudah tua-tua pula, kenapa mau pilih yang cantik-cantik dan muda-muda ? Jadi itu bukan alasan.
Apa yang dapat kita lihat disini ? Al-Quran ketika membenarkan poligami bukan bermaksud untuk memerintahkan berpoligami. Al Quran hanya memberi izin dan syaratnya harus adil serta ada kebutuhan untuk itu.
Jadi sekarang poligami boleh atau tidak ? Jangan tutup rapat-rapat pintunya. Poligami itu seperti (walaupun tidak sama) pintu darurat dalam pesawat. Boleh dibuka setelah mendapat izin dari pilot. Kalau tidak ada izin maka tidak boleh dibuka. Dan yang membuka pintu darurat adalah orang yang betul-betul membukanya.
Pertanyaan peserta pengajian :
1. Karena poligami adalah pintu darurat maka boleh berpoligami, maka apakah boleh selama berpoligami bersikap tidak adil ?
Bukan begitu maksudnya. Kehidupan ini harus selalu didasari oleh keadilan. Keadilan itu lebih dituntut lagi apabila menghadapi orang lain. Kita harus adil terhadap diri kita dan adil terhadap orang lain. Poligami dibenarkan, tapi sebelum melangkah kesana, itu diibaratkan seperti pintu darurat. Begitu masuk ke pintu itu, bukan lantas boleh untuk bersikap tidak adil. Jadi tidak serta merta dia dibolehkan sesukanya kapan aja mau berpoligami. Ada syaratnya. Seperti kita naik pesawat. Pesawatnya ada tangganya, kita turun lalu kembali ke rumah. Apabila pesawatnya rusak, dibukalah pintu darurat, kita boleh lewat pintu darurat itu dan kalau dapat izin dari pilot. Kondisi turun dari pintu darurat itu sama persis dengan turun dari tangga biasa. Nah berpoligami syaratnya adalah adil, tapi tidak boleh masuk kesana kecuali kalau ada kebutuhan yang mendesak. Tidak boleh kesana, kecuali setelah mendapat izin (izinnya ini bukan berarti izin untuk tidak adil, tapi izin untuk berpoligami).
Ada pertanyaan yang mungkin muncul, izin ini perlu atau tidak ? Saya tidak sependapat kalau izin itu dari isteri. Izin itu harus dari yang berwenang. Jadi dari pengadilan agama. Itu sebabnya ada hal-hal yang dibenarkan oleh agama, tetapi oleh penguasa bisa dilarang kalau apa yang diizinkan oleh agama itu berdampak buruk. Sayyidina Umar bin Khattab pernah melarang pejabat-pejabatnya kawin dengan ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani) walaupun Al Quran bisa membenarkan seseorang laki muslim bisa kawin dengan mereka. Umar pun pernah menjatuhkan putusan, siapa yang menceraikan isterinya dengan berkata, “kamu talak tiga” maka jatuhnya tiga. Padahal di Quran, dikatakan perceraian itu tiga kali. Sekali diceraikan jatuh satu, kembali lagi kemudian cerai lagi, jatuh dua, rujuk lagi, cerai lagi maka jatuh tiga. Sayyidina Umar, berkata tidak, karena orang ini sudah menggampangkan perceraian, sehingga harus dihukum. Begitu berkata orang itu, “talak tiga” maka betul-betul jatuh tiga. Ini untuk kemaslahatan.
Inilah yang dijadikan dasar oleh ulama. Pemerintah apabila melihat dampak buruk dari sesuatu yang dibolehkan oleh Tuhan maka pemerintah bisa mengambil inisiatif untuk melarangnya. Nah poligami di dalam beberapa negara, dilihat bahwa dampaknya lebih buruk jadi harus ada izin. Tapi kalau minta izin dari ibu-ibu akan diberi atau tidak ? Tidak akan. Karena itu izinnya dari pengadilan agama. Mereka yang akan melihat bahwa laki-laki ini wajar dari segi ekonomi, mental dan kebutuhan dan sebagainya.
2. Mendengar kata pintu darurat, tentang perceraian yang diibaratkan juga seperti pintu darurat. Mana yang lebih baik perceraiankah atau poligamikah ?
Kita lihat kasusnya. Terkadang memang kehidupan sudah bisa cocok, lebih baik cerai, jadi masing-masing bisa mendapat jodoh yang betul-betul cocok. Jangan membuat isteri jadi tergantung, karena tidak menjadikan dia betul-betul sebagai isteri, tapi tidak juga cerai dia. Beri kesempatan kepadanya dan orang lain. Jadi masing-masing ada kasusnya.
Tapi dalam konteks, suami masih cinta isterinya, hanya isterinya sakit. Bagaimana ini caranya ? Disini kalau dia bersabar, itu jauh lebih baik dalam pandangan Tuhan daripada dia menyakiti isterinya yang sedang sakit itu, tapi poligami itu bukan berarti terlarang. Tuhan berjanji, “Orang yang bersabar menghadapi isterinya yang sakit, tidak menyakiti isterinya dengan tidak kawin lagi itu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi, walaupun dia dibolehkan untuk berpoligami”.
3. Bagaimana pernikahan suami dengan perempuan lain yaitu menikahnya secara sirri tanpa saksi dari pihak perempuan ?
Sebenarnya saksi itu tidak harus dari pihak tertentu, siapapun bisa jadi saksi. Yang harus itu adalah wali dari pihak perempuan. Jadi kita punya dua calon suami isteri, ada dua orang saksi, ada wali dari perempuan, dan ada ijab dan qabul. Jadi kalau tidak ada saksi dari pihak perempuan tidak ada, tidak mengapa asal ada walinya.
4. Bagaimana sikap seorang isteri kepada suami yang terlanjur menikah lagi dan selama itu, isterinya tidak bisa menerima ?
Ada dua sikap. Boleh saja, apabila isterinya merasa didzhalimi oleh suaminya, maka ketika itu isterinya boleh mengadu kepada pihak pengadilan agama. Apabila isteri sabar, maka ganjarannya lebih baik. Tetapi bila suami itu memang wajar untuk berpoligami. Isteri itu tidak bisa berkeberatan, dia harus bisa menerima kenyataan. Kalaupun dia datang mengadu ke pengadilan agama, akan dikatakan kepadanya, bahwa suaminya wajar untuk menikah lagi tersebut.
5. Seperti kita ketahui, bahwa keadilan itu sesuatu hal yang tidak mungkin. Jadi seumpamanya, poligami itu tidak boleh dan tidak terkecuali. Bagaimana tipsnya atau doa-doanya agar suami kita tidak berpoligami ?
Tidak benar kalau keadilan itu tidak mungkin terlaksana. Keadilan yang tidak mungkin terlaksana hanya keadilan dalam hati. Tuhan mentoleransi ketidakadilan di dalam hati selama kecendrungan kepada salah seorang isteri tidak tertumpah sepenuhnya sehingga isteri yang lain ditinggal sama sekali. Keadilan yang dituntut oleh Tuhan adalah keadilan dari segi materi (uang, waktu dan sebagainya). Hanya kita katakan, untuk masuk ke sana perlu ada persyaratan. Kiatnya seorang isteri agar suami tidak berpoligami ? Kiatnya banyak.
Ada salah satu doa yang bunyinya, “Ya Allah, mantapkanlah hatiku untuk tetap menjalankan ajaran agamaMu dengan baik”, maka bisa berdoa, “Ya Allah mantapkanlah hati suamiku sehingga dia selalu cinta kepadaku”. Namun doa saja tidak cukup. Perlakuan yang baik itu yang akan mengalahkan segala sesuatu.
-
Salah satu penyebab terjadinya poligami adalah kesalahan isteri, seperti terlalu sibuk, kurang memperhatikan suami dan sebagainya, sehingga rasa cinta tidak ada lagi. Walaupun agama menganjurkan kepada para suami, “Hai suami2, jika kamu sudah tidak senang kepada isterimu (mungkin akhlaqnya kurang baik, atau sudah tua) maka bisa jadi di balik kekurangan itu, Allah jadikan kebaikan yang banyak”. Apa kebaikan yang banyak itu ? Antara lain adalah ketenangan hidup. Karena katanya, orang yang berpoligami itu harus pandai bohong. Walaupun ada juga yang berani untuk tidak bohong.
Berarti dalam berpoligami ini masih termasuk dalam hak dan kewajiban suami isteri ? Iya, yaitu haknya suami adalah untuk berpoligami tetapi ada syarat-syaratnya yang ketat. Jadi jangan lantas berkata tidak boleh.
Kesimpulannya bahwa poligami itu dibolehkan oleh agama, selama yang bersangkutan memenuhi persyaratan agama, yaitu yakin atau menduga keras dapat berlaku adil. Dan keadilan yang dituntut adalah keadilan di bidang materi bukan keadilan di bidang hati. Poligami yang dibenarkan oleh agama ini adalah bukan perintah, tetapi izin. Bedakan perintah dengan izin. Poligami bukan perintah, bukan sunnah, bukan pula anjuran, tetapi boleh kalau memenuhi persyaratan.

0 komentar:

Posting Komentar

Dalam memberikan komentar harap jangan menggunakan spam atau yang berbau porno, komentar anda sangat kami hormati,,,trims...Hidup Saling Berbagi..