Dalam
sejarah pemikiran filsafat abad pertengahan, sosok Ibnu Sina dalam
banyak hal unik, sedang diantara para filosof muslim ia tidak hanya
unik, tapi juga memperoleh penghargaan yang
semakin tinggi hingga masa modern. Ia adalah satu - satunya filosof
besar Islam yang telah berhasil membangun sistem filsafat yang lengkap
dan terperinci, suatu sistem yang telah mendominasi tradisi filsafat
muslim beberapa abad.
Pengaruh
ini terwujud bukan hanya karena ia memiliki sistem, tetapi karena
sistem yang ia miliki itu menampakkan keasliannya yang menunjukkan jenis
jiwa yang jenius dalam menemukan metode - metode dan alasan - alasan
yang diperlukan untuk merumuskan kembali pemikiran rasional murni dan
tradisi intelektual Hellenisme yang ia warisi dan lebih jauh lagi dalam
sistem keagamaan Islam
Syeikhur
Rais, Abu Ali Husein bin Abdillah bin Hasan bin Ali bin Sina, yang
dikenal dengan sebutan Ibnu Sina atau Aviciena lahir pada tahun 370
hijriyah di sebuah desa bernama Khormeisan dekat Bukhara. Sejak masa
kanak-kanak, Ibnu Sina yang berasal dari
keluarga bermadzhab Ismailiyah sudah akrab dengan pembahasan ilmiah
terutama yang disampaikan oleh ayahnya. Kecerdasannya yang sangat tinggi
membuatnya sangat menonjol sehingga salah seorang guru menasehati
ayahnya agar Ibnu Sina tidak terjun ke dalam pekerjaan apapun selain
belajar dan menimba ilmu.
Dengan demikian, Ibnu Sina secara penuh memberikan perhatiannya kepada aktivitas keilmuan. Kejeniusannya membuat ia cepat
menguasai banyak ilmu, dan meski masih berusia muda, beliau sudah mahir
dalam bidang kedokteran. Beliau pun menjadi terkenal, sehingga Raja
Bukhara Nuh bin Mansur yang memerintah antara tahun 366 hingga 387 hijriyah saat jatuh sakit memanggil Ibnu Sina untuk merawat dan mengobatinya.
Berkat
itu, Ibnu Sina dapat leluasa masuk ke perpustakaan istana Samani yang
besar. Ibnu Sina mengenai perpustakan itu mengatakan demikian;
“Semua
buku yang aku inginkan ada di situ. Bahkan aku menemukan banyak buku
yang kebanyakan orang bahkan tak pernah mengetahui namanya. Aku sendiri
pun belum pernah melihatnya dan tidak akan pernah melihatnya lagi.
Karena itu aku dengan giat membaca kitab-kitab itu dan semaksimal
mungkin memanfaatkannya... Ketika usiaku menginjak 18 tahun, aku telah
berhasil menyelesaikan semua bidang ilmu.” Ibnu Sina menguasai berbagai
ilmu seperti hikmah, mantiq, dan matematika dengan berbagai cabangnya.
Kesibukannya
di pentas politik di istana Mansur, raja dinasti Samani, juga
kedudukannya sebagai menteri di pemerintahan Abu Tahir Syamsud Daulah
Deilami dan konflik politik yang terjadi akibat perebutan kekuasaan
antara kelompok bangsawan, tidak mengurangi aktivitas keilmuan Ibnu
Sina. Bahkan safari panjangnya ke berbagai penjuru dan penahanannya
selama beberapa bulan di penjara Tajul Muk, penguasa Hamedan, tak
menghalangi beliau untuk melahirkan ratusan jilid karya ilmiah dan
risalah.
Ketika
berada di istana dan hidup tenang serta dapat dengan mudah memperoleh
buku yang diinginkan, Ibnu Sina menyibukkan diri dengan menulis kitab
Qanun dalam ilmu kedokteran atau menulis ensiklopedia filsafatnya yang
dibeni nama kitab Al-Syifa’. Namun ketika harus bepergian beliau menulis
buku-buku kecil yang disebut dengan risalah. Saat berada di dalam
penjara, Ibnu Sina menyibukkan diri dengan menggubah bait-bait syair,
atau menulis perenungan agamanya dengan metode yang indah.
Di
antara buku-buku dan risalah yang ditulis oleh Ibnu Sina, kitab
al-Syifa’ dalam filsafat dan Al-Qanun dalam ilmu kedokteran dikenal
sepanjang massa. Al-Syifa’ ditulis dalam 18 jilid yang membahas ilmu
filsafat, mantiq, matematika, ilmu alam dan ilahiyyat. Mantiq al-Syifa’
saat ini dikenal sebagai buku yang paling otentik dalam ilmu mantiq
islami, sementara pembahasan ilmu alam dan ilahiyyat dari kitab
al-Syifa’ sampai saat ini juga masih menjadi bahan telaah.
Dalam
ilmu kedokteran, kitab Al-Qanun tulisan Ibnu Sina selama beberapa abad
menjadi kitab rujukan utama dan paling otentik. Kitab ini mengupas
kaedah-kaedah umum ilmu kedokteran, obat-obatan dan berbagai macam
penyakit. Seiring dengan kebangkitan gerakan penerjemahan pada abad
ke-12 masehi kitab
Al-Qanun karya Ibnu Sina diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Kini buku
tersebut juga sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis dan
Jerman. Al-Qanun adalah kitab kumpulan metode pengobatan purba dan
metode pengobatan Islam. Kitab ini pernah menjadi kurikulum pendidikan
kedokteran di universitas-universitas Eropa.
Ibnu
juga memiliki peran besar dalam mengembangkan berbagai bidang keilmuan.
Beliau menerjemahkan karya Aqlides dan menjalankan observatorium untuk
ilmu perbintangan. Dalam masalah energi Ibnu Sina memberikan hasil
penelitiannya akan masalah ruangan hampa, cahaya dan panas kepada
khazanah keilmuan dunia.
Dikatakan
bahwa Ibnu Sina memiliki karya tulis yang dalam bahasa latin berjudul
De Conglutineation Lagibum. Dalam salah bab karya tulis ini, Ibnu Sina
membahas tentang asal nama gunung-gunung. Pembahasan ini sungguh
menarik. Di sana Ibnu Sina mengatakan, “Kemungkinan gunung tercipta
karena dua penyebab. Pertama menggelembungnya kulit luar bumi dan ini
terjadi lantaran goncangan hebat gempa. Kedua karena proses air yang
mencari jalan untuk mengalir. Proses mengakibatkan munculnya
lembah-lembah bersama dan melahirkan penggelembungan pada permukaan
bumi. Sebab sebagian permukaan bumi keras dan sebagian lagi lunak. Angin
juga berperan dengan meniup sebagian dan meninggalkan sebagian pada
tempatnya. Ini adalah penyebab munculnya gundukan di kulit luar bumi.”
Ibnu
Sina dengan kekuatan logikanya -sehingga dalam banyak hal mengikuti
teori matematika bahkan dalam kedokteran dan proses pengobatan- dikenal
pula sebagai filosof tak tertandingi. Menurutnya, seseorang baru diakui
sebagai ilmuan, jika ia menguasai filsafat secara sempurna. Ibnu Sina
sangat cermat dalam mempelajari pandangan-pandangan Aristoteles di
bidang filsafat. Ketika menceritakan pengalamannya mempelajari pemikiran
Aristoteles, Ibnu Sina mengaku bahwa beliau membaca kitab Metafisika
karya Aristoteles sebanyak 40 kali.
Beliau menguasai maksud dari kitab itu secara sempurna setelah membaca
syarah atau penjelasan ‘metafisika Aristoteles’ yang ditulis oleh
Farabi, filosof muslim sebelumnya.
Dalam
filsafat, kehidupan Abu Ali Ibnu Sina mengalami dua periode yang
penting. Periode pertama adalah periode ketika beliau mengikuti faham
filsafat paripatetik. Pada periode ini, Ibnu Sina dikenal sebagai
penerjemah pemikiran Aristoteles. Periode kedua adalah periode ketika
Ibnu Sina menarik diri dari faham paripatetik dan seperti yang
dikatakannya sendiri cenderung kepada pemikiran iluminasi.
Berkat
telaah dan studi filsafat yang dilakukan para filosof sebelumnya
semisal Al-Kindi dan Farabi, Ibnu Sina berhasil menyusun sistem filsafat
islam yang terkoordinasi dengan rapi. Pekerjaan besar yang dilakukan
Ibnu Sina adalah menjawab berbagai persoalan filsafat yang tak terjawab
sebelumnya.
Pengaruh
pemikiran filsafat Ibnu Sina seperti karya pemikiran dan telaahnya di
bidang kedokteran tidak hanya tertuju pada dunia Islam tetapi juga
merambah Eropa. Albertos Magnus, ilmuan asal Jerman dari aliran
Dominique yang hidup antara tahun 1200-1280 Masehi adalah orang Eropa
pertama yang menulis penjelasan lengkap tentang filsafat Aristoteles. Ia
dikenal sebagai perintis utama pemikiran Aristoteles Kristen. Dia lah
yang mengawinkan dunia Kristen dengan pemikiran Aristoteles. Dia
mengenal pandangan dan pemikiran filosof besar Yunani itu dari buku-buku
Ibnu Sina. Filsafat metafisika Ibnu Sina adalah ringkasan dari
tema-tema filosofis yang kebenarannya diakui dua abad setelahnya oleh
para pemikir Barat.
Diantara karangan - karangan Ibnu Sina adalah :
1. As- Syifa’ ( The Book of Recovery or The Book of Remedy = Buku tentang Penemuan, atau Buku tentang Penyembuhan).
Buku
ini dikenal didalam bahasa Latin dengan nama Sanatio, atau Sufficienta.
Seluruh buku ini terdiri atas 18 jilid, naskah selengkapnya sekarang
ini tersimpan di Oxford University
London. Mulai ditulis pada usia 22 tahun (1022 M) dan berakhir pada
tahun wafatnya (1037 M). Isinya terbagi atas 4 bagian, yaitu :
1.1 Logika
(termasuk didalamnya terorika dan syair) meliputi dasar karangan
Aristoteles tentang logika dengan dimasukkan segala materi dari penulis -
penulis Yunani kemudiannya.
1.2 Fisika
(termasuk psichologi, pertanian, dan hewan). Bagian - bagian Fisika
meliputi kosmologi, meteorologi, udara, waktu, kekosongan dan gambaran).
1.3 Matematika.
Bagian matematika mengandung pandangan yang berpusat dari elemen -
elemen Euclid, garis besar dari Almagest-nya Ptolemy, dan ikhtisar -
ikhtisar tentang aritmetika dan ilmu musik.
1.4 Metafisika.
Bagian falsafah, poko pikiran Ibnu sina menggabungkan pendapat
Aristoteles dengan elemen - elemennya Neo Platonic dan menyusun dasar
percobaan untuk menyesuaikan ide-ide Yunani dengan kepercayaan -
kepercayaan.
Dalam zaman pertengahan Eropa, buku ini menjadi standar pelajaran filsafat di pelbagai sekolah tinggi.
2. Nafat, buku ini adalah ringkasan dari buku As-Syifa’.
3. Qanun,
buku ini adalah buku lmu kedokteran, dijadikan buku pokok pada
Universitas Montpellier (Perancis) dan Universitas Lourain (Belgia).
4. Sadidiyya. Buku ilmu kedokteran.
5. Al-Musiqa. Buku tentang musik.
6. Al-Mantiq, diuntukkan buat Abul Hasan Sahli.
7. Qamus el Arabi, terdiri atas lima jilid.Danesh Namesh. Buku filsafat.
8. Danesh Nameh. Buku filsafat.
9. Uyun-ul Hikmah. Buku filsafat terdiri atas 10 jilid.
10. Mujiz, kabir wa Shaghir. Sebuah buku yang menerangkan tentang dasar - dasar ilmu logika secara lengkap.
11. Hikmah el Masyriqiyyin. Falsafah Timur (Britanica Encyclopedia vol II, hal. 915 menyebutkan kemungkinan besar buku ini telah hilang).
12. Al-Inshaf. Buku tentang Keadilan Sejati.
13. Al-Hudud. Berisikan istilah - istilah dan pengertian - pengertian yang dipakai didalam ilmu filsafat.
14. Al-Isyarat wat Tanbiehat. Buku ini lebih banyak membicarakan dalil - dalil dan peringatan - peringatan yang mengenai prinsip Ketuhanan dan Keagamaan.
15. An-Najah, (buku tentang kebahagiaan Jiwa)
16. dan sebagainya.
Dari autobiografi dan karangan - karangannya dapat diketahui data tentang sifat - sifat kepribadianhya, misalnya :
1. Mengagumi dirinya sendiri
Kekagumannya
akan dirinya ini diceritakan oleh temannya sendiri yakni Abu Ubaid
al-Jurjani. Antara lain dari ucapan Ibnu Sina sendiri, ketika aku
berumur 10 tahun aku telah hafal Al-Qur’an dan sebagian besar
kesusateraan hinga aku dikagumi.
2. Mandiri dalam pemikiran
Sifat
ini punya hubungan erat sudah nampak pada Ibnu Sina sejak masa kecil.
Terbukti dengan ucapannya “Bapakku dipandang penganut madzhab Syi’ah
Ismailiah. Demikian juga saudaraku. Aku dengar mereka menyebutnya
tentang jiwa dan akal, mereka mendiskusikan tentang jiwa dan akal
menurut pandangan mereka. Aku mendengarkan, memahami diskusi ini, tetapi
jiwaku tak dapat menerima pandangan mereka”.
3. Menghayati agama, tetapi belum ke tingkat zuhud dan wara’.
Kata Ibnu Sina, setiap argumentasi kuperhatikan muqaddimah qiyasiyahnya setepat - tepatnya, juga kuperhatikan kemungkinan kesimpulannya. Kupelihara syarat - syarat muqaddimahnya,
sampai aku yakin kebenaran masalah itu. Bilamana aku bingung tidak
berhasil kepada kesimpulan pada analogi itu, akupun pergi sembahyang
menghadap maha Pencipta, sampai dibukakan-Nya kesulitan dan
dimudahkan-Nya kesukaran.
4. Rajin
mencari ilmu, keterangan beliau “saya tenggelam dalam studi ilmu dan
membaca selama satu setengah tahun. Aku tekun studi bidang logika dan
filsafat, saya tidak tidur satu malam suntuk selama itu. Sedang siang
hari saya tidak sibuk dengan hal - hal lainnya”
5. Pendendam. Dia meredam dendam itu dalam dirinya terhadap orang yang menyinggung perasaannya. Dia hormat bila dihormati.
6. Cepat melahirkan karangan
Ibnu
Sina dengan cepat memusatkan pikirannya dan mendapatkan garis - garis
besar dari isi pikirannya serta dia dengan mudah melahirkannya kepada
orang lain. Menuangkan isi pikiran dengan memilih kalimat/ kata-kata
yang tepat, amat mudah bagi dia. Semua itu berkat pembiasaan,
kesungguhan dan latihan dan kedisiplinan yang dilakukannya.
Ibnu
Sina dikenal di Barat dengan nama Avicena (Spanyol aven Sina) dan
kemasyhurannya di dunia Barat sebagai dokter melampaui kemasyhuran
sebagai Filosof, sehingga ia mereka beri gelar “the Prince of the Physicians”. Di dunia Islam ia dikenal dengan nama Al-Syaikh- al-Rais. Pemimpin utama (dari filosof - filosof).
Meskipun
ia di akui sebagai seorang tokoh dalam keimanan, ibadah dan keilmuan,
tetapi baginya minum – minuman keras itu boleh, selama tidak untuk
memuaskan hawa nafsu. Minum – minuman keras dilarang karena bisa menimbulkan permusuhan dan pertikaian, sedangkan apabila ia minum tidak demikian malah menajamkan pikiran.
Didalam
al-Muniqdz min al-Dhalal, al-Ghazali bahwa Ibnu Sina pernah berjanji
kepada Allah dalam salah satu wasiatnya, antara lain bahwa ia akan
menghormati syari’at tidak melalaikan ibadah ruhani maupun jasmani dan
tidak akan minum – minuman keras untuk memuaskan nafsu, melainkan demi
kesehatan dan obat.
Kehidupan
Ibnu Sina penuh dengan aktifitas -aktifitas kerja keras. Waktunya
dihabiskan untuk urusan negara dan menulis, sehingga ia mempunyai sakit
maag yang tidak dapat terobati. Di usia 58 tahun (428 H / 1037 M) Ibnu
Sina meninggal dan dikuburkan di Hamazan. .
Beliau pergi setelah menyumbangkan banyak hal kepada khazanah keilmuan
umat manusia dan namanya akan selalu dikenang sepanjang sejarah. Ibnu
Sina adalah contoh dari peradaban besar Iran di zamannya.
0 komentar:
Posting Komentar
Dalam memberikan komentar harap jangan menggunakan spam atau yang berbau porno, komentar anda sangat kami hormati,,,trims...Hidup Saling Berbagi..