( dikutip “analisa” dari kuliah subuh “tafsir jalaalain”.)
“Betapa kagetnya ketika aku mendengar keputusan sang ayah!.
Hatiku teriris bagaikan tahu di belah menjadi dua,
seperti apakah sang ayah menginginkan menantu untuk sang buah hatinya.”
kesimpulan dari surat -AR_RA’D:17- adalah “ Allah swt. Mengumpamakan yang benar dan yang batil dengan air dan buih atau dengan logam yang mencair dan
buihnya. Yang benar sama dengan air atau logam murni, dan yang batil
sama dengan buih air atau tahi logam yang lenyap tidak ada gunanya bagi
manusia”.
Suami
saleh sama dengan air atau logam murni. Sebaliknya suami bodoh sama
dengan buih atau tahi logam. Sudah barang tentu wanita saliha apabila
berada dalam pelukan laki-laki bodoh (fasik) akan mudah ternodai
agamanya. Apabila sebaliknya “suami berilmu dan saleh” sudah tentu akan membawa kebahagian dunia akhirat.
Memilih
jodoh sendiri adalah hak anak, dalam tanda petik pilihannya harus tepat
yaitu tentang kadar agama,kesalihan serta tanggung jawabnya. Orang tua
sebagai wali hanya bersifat mengawasi dari belakang. Tugas orang tua
adalah mengawasi kadar agama dan akhlak calon menantunya. Apakah
termasuk anak durhaka apabila memilih sendiri sedangkan orang tua berkehendak
lain? Dalam hal ini didalam syariat islam diperbolehkan asalkan
penolakannnya dengan tepat dan benar serta dengan cara terhormat.
Ada beberapa hadist nabi yang menyatakan anak boleh menolak atas pilihan orang tua.diantaranya adalah nabi bersabda:
وعن ابن عباس ان النبي صلى الله عليه وسلم قال: الثيب احق بنفسه من وليه والبكر تستأمر واذنها سكوتها.
Artinya: diriwayatkan dari ibnu abbas sesungguhnya nabi bersabda:“seorang
janda lebih berhak atas dirinya dari pada walinya.Sedangkan seorang
gadist diminta pertimbangan. Adapun tanda izinnya adalah diamnya” (HR:Muslim).(Bulughul Maraam HL:205).
Dengan dasar hadist di atas,
menurut ibnu Qoyyim: yang dimaksud anak perawan adalah sesorang yang
telah balig dan pinter (mengetahui mana yang baik dan benar). Bagi orang
tua tidak boleh memaksa putrinya untuk dinikahi sebelum ada
persetujuan. Ini adalah pendapat mayoritas ulama salaf.( Bulughul maraam. Catatan kaki HL: 205-BAB- nikah-)
Dalam
hadist lain yang di riwayatkan oleh gadis yang bernama khansa’ binti
khizam yang mengadu kepada nabi saw. Atas pernikahannya yang sepihak
oleh orang tuanya. Lalu beliau mepersilahkan khansa’ apakah meneruskan
atau membatalkan pernikahan itu. sekalipun akhirnya menerima, Khansa’ menyatakan “tetapi saya ingin memberi tahukan kepada kaum wanita, bahwa masalah pernikahan ini para bapak tidak ada hak sama sekali”.
Hadist ini di riwayatkan imam ahmad, abu daud, ibnu majah, dan nasai. (
Subulussalam HL: 125 -Bab nikah- “Bairut Daarul fikri”).
Hadis diatas bisa dijadikan dalil bahwa penolakan anak terhadap pilihan orang tua, apalagi pilihannya kurang tepat ini adalah tidak termasuk durhaka dan bisa
dibenarkan serta tidak disalahkan oleh agama. misalnya calon menantu
dalam hal agamanya sangat lemah, tidak berakhlah, tidak tanggung jawab
dan tidak berilmu, sebab yang
namanya orang bodoh (tidak mengerti agama) meskipun ia berusaha menjadi
orang baik kemungkinan besar banyak salahnya. Bagaimana mungkin
calon pemimpin rumah tanga bisa menciptakan keluarga sakinah yang telah
diharap-harapkan oleh Rasulullah terhadap ummatnya, jika tidak di
dasari ilmu dan keimanan yang kuat.
Terciptanya
keluarga sakinah itu bisa terjadi apabila calon suami dan istri,
terutama suami (sebagai calon pemimpin) harus mempunyai tujuan mulia
yakni ingin mejumpai Allah dan Rasulnya. Diantara Satu contah yang bisa kita ambil gambaran dalam alQur’an. Allah berfirman:
وأمر اهلك بالصلاة والصطبر عليها, لا نسألك رزقا نحن نرزقك, والعا قبة للتقوى.
Artinya:
dan perintahkannlah kepada keluargamu mendirikan solat dan bersabarlah
kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rizqi kepadamu, kamilah
yang membari rizqi kepadamu dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang
yang bertakwa (Qs: Taha :132).
Allah
memerintahkan solat kepada keluarganya dan sabar dalam menjalaninya
(mendidik). Mungkinkah calon pemimpin bisa melaksanakan dan menerapkan
dengan benar,
cara-cara solat yang tepat, dan sabar dalam arti yang sesungguhnya? Ya,
Tentu tidak. Lalu bagai mana mungkin satu keluarga akan tercipta dan
mendapatkat predikat “BAITII JANNATII” tanpa di dasari ilmu.
Memang
benar apa yang disampaikan Rasulullah: tidak ada musibah paling besar
kecuali apabila ada seorang perempuan salihah (santri) di nodai oleh
suami fasik (non sdantri-red). Lelaki yang tidak mempunyai tangung
jawab, serta tidak mengerti menjaga kehormatan dan kemulyaan istrinya.
Bila seorang perempuan shalihah berada dalam pelukan lelaki fasik, sudah
barang tentu dia akan kehilangan kontrol agama atau dia akan kehilangan
kebahagiaan di dunia apabila tetap dan kuat berpegang teguh pada agama.
kalau tidak? ya tentu akan melahirkan generasi berikutnya lebih buruk
dan penuh kemusrikan. Tiang-tiang rumah tangga telah hancur dan rusak,
sehingga sangat sulit melahirkan generasi berkualitas.
Dan disinilah pentingnya bagi anak perempuan
mempunyai keberanihan untuk mengungkapkan (meluruskan) yang sebenarnya
kepada kedua orang tua, sebelum terlanjur naik kejenjang pelamin, agar
kita menjadi umat, yang telah di diharap-harapkan oleh Rasulullah.
”sesungguhnya aku (nabi) akan
berbangga-bangga terhadap ummatku” yakni Rasulullah sangat senang
apabila umatnya mempunyai keturunan banyak serta beriman dan bertakwa
sekaligus berkualitas.
Sebagai anak perempuan jangan hanya bisanya patuh seperti halnya Siti nurbaya tanpa mempunyai dasar-dasar yang telah di garis bawahi oleh agama, agama adalah mudah tidak menyulitkan pasti memberi solusi, mana yang baik dan benar.
Didalam
syariat memang di perbolehkan bagi wali memaksa putrinya (perawan) di
nikahkan tanpa adanya sepertujuan karena seorang wanita tidak seperti
kaum laki-laki, sebab seorang wanita sangat pemalu dengan dasar itulah
seorang wali diperbolehkan memaksa, karena biasanya (mayoritas) anak perawan apabila berkeinginan ’mau’
sulit untuk mengungkapkannya “malu tapi mau”. Namun idealnya dengan
dasar hadist diatas bagi orang tua harus toleransi (minta pertimbangan
kepada putrinya) dan juga harus memenuhi syarat-syaratnya ijbar
(pemaksaan) yang telah di jelaskan dalam kitab iqna’(H: 128 -Toha Putra- “Bab nikah”). Kendati demikian orang tua harus memiliki standar utama yaitu agamanya yang kuat, sebagaimana yang telah di ajarkan oleh nabi, dalam hadistnya “sangat beruntung apabila orang tua memilih menantu karena agamanya yang kuat”.
Memang
Allah menciptakan seorang perempuan tidak sama dengan laki-laki, namun
bukan berarti dengan adanya ketidak samaan (kelemahan) itu ia harus
patuh dan tunduk tanpa adanya pertimbangan (menurut syariat) ya, tentu
tidak “tidak ada kepatuhan kepada mahkluk apabila maksiat kepada sang khalik”.
Kalau memang yaqin bahwa tindakan orang tua itu salah!. ya tentu ia
harus berani mengambil tindakan serta bagimana caranya hal tersebut
tidak akan terjadi, seperti halnya (hadist di atas) yang telah di
lakukan oleh seorang gadis yang bernama Khansa’ yang mengadu kepada
baginda Rasulullah. Wanita pemberani seperti ini adalah seorang wanita
yang mempunyai keperibadian baik, dan Rasulullah tidak menyalahkan hal terasebut meskipun orang tuanya sendiri.
Sangat disayangkan bahkan sangat tercela apabila orang tua menikahkan putrinya karena kadar kekayaan,
tingginya mahar, dan ia tidak memikirkan bagaimana putrinya, setelah
menikah apakah di didik dengan baik atau tidak oleh calon suaminya, baik
berkenaan dengan cara ibadah, akhlak, keimanan dan senantiasa menimba ilmu dengan konsisten.
Sebuh catatan hati
“Ayah………!”
Bukannkah sekarang ini, sudah bukannya
zaman Siti Nurbaya lagi…?” Abad Melinium”.
Adakah hati ayah membukakan pintu, untuk sang buah hati ayah.
Sebagai seorang santri, tentunya aku mengiginkan pendamping dari kalangan santri pula ,lebih-lebih satu yayasan.
Ayah....!
Aku ini bukanlah seorang wanita, sehebat, Dewi Masyithoh, Siti
Khodijah,Ummu Salamah, Muthi’ah dan Rabi’ah Al Adawiyah. Tapi buah
hatimu ini adalah seorang wanita, akhir zaman yang mendambakan cinta dan
kasih dari seorang Pangeran, yang dapat memelihara keimanan,dan
sekaligus mendidik, bagiku dan keluargaku sampai akhir hayat.
Tangisanku ini bukan karena aku tidak rela atas pilihanmu ayah.............!!!,
namun yang aku kawatirkan adalah keimanannku akan ternodai oleh pilihan ayah yang tidak mendidik.
Bukankah Rasulullah telah mengajarkan kepada semua orang tua, agar mereka mendidik buah hatinya dengan baik menurut ketentuan yang telah di garis bawahi oleh Agama.
Seperti
yang telah di kisahkan oleh Hasan bin Ali, ketika di tanyakan oleh
seseorang “ Ya Hasan, putriku akan di pinang. Kepada siapakah aku
menikahkannya? Jawab Hasan bin Ali. Nikahkanlah putrimu dengan orang
yang bertakwa. Sebab bila dia mencintai, pasti akan menghormati dan
memuliakannya. Dan bila dia tidak mencintai, pasti dia tidak akan
mendzaliminya.
Ayah...........!!!
Biarlah tangisanku ini mengikis semua kesedihanku.
Terlalu
menakutkan untuk dirasa , terlalu sakit untuk dikenang, terlalu pilu
untuk dikisahkan. Bahkan sekedar membayangkannya pun sakitnya tidak
karuan. Percaya atau tidak................?.
Mungkin kata-kata itu telah tertanam pada hati yang salah, bahkan yang tak pernah salah pun bisa ikut-ikutan bersalah.
Kira-kira rumus apa yang bisa dipakai sekirannya bisa kuat
untuk menjalani keadaan seperti ini, dengan penuh kesabaran ?
Sulit rasanya memikirkan hal yang sangat halus seperti itu. Kenapa?, Aku tidak tahu, karena tidak kasat mata.
Belajar sabar itu berat sekali, membutuhkan waktu yang lama.
Hanya hati yang tahu dan hanya yang tulus yang bisa bertahan. Aku pasrah kepada Allah.
Dan rasa sakit itu biarlah kalimat Tuhan yang menyembuhkan...............!!!.
Tak perlu ada yang tahu , seberat apa hati dirundung pilu.
.
Mungkin saat ini sang ayah, belum membukakan pintu buatku. Namun ku berharap suatu saat,
Allah akan membukakan mata hatinya, dan mengerti atas keinginanku.
Syamsul Huda..
0 komentar:
Posting Komentar
Dalam memberikan komentar harap jangan menggunakan spam atau yang berbau porno, komentar anda sangat kami hormati,,,trims...Hidup Saling Berbagi..