Begitu
besarnya arti seorang sahabat bagi seorang mukmin, kehadirannya seakan
menjadikannya sebagai sebuah cermin dari diri kita sendiri, memberikan
gambaran yang objektif terhadap diri kita sendiri apa adanya, tanpa
menutupi tanpa manipulasi. Jika ada kekeliruan dia dengan ikhlas
menyampaikan kepada kita tanpa menceritakan kepada yang lain.
Memberikan nasehat dengan cara yang terbaik, halus dan tulus, tiada
tujuan lain melainkan harapan yang besar agar nasehatnya itu menjadikan
diri kita berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Namun
sebagaimana halnya sebagai seorang manusia biasa, sahabat juga
memiliki kekurangan, kekurangan yang sebenarnya juga pasti kita miliki.
Disinilah letak pengamalan dan pengakuan diri bahwa tiada manusia yang
sempurna. Mungkin sahabat kita memiliki kekurangan disatu sisi tapi
disisi lain dia memiliki kelebihan yang tidak kita punyai. Sungguh
indah sebuah ungkapan: “mencari manusia yang sempurna tanpa cacat
bagaikan mencari kuda yang bertanduk, cukuplah seorang manusia itu
dikatakan baik jika kebaikannya lebih banyak dari kekurangannya”.
Mencintai
sahabat yang mukmin juga bagian dari agama, bahkan belum sempurna iman
seseorang sebelum ia mencintai saudaranya lebih-lebih sahabatnya
sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Inilah cinta yang
sesungguhnya, cinta karena Allah, yaitu kita mencintai manusia karena
manusia itu juga mencintai Allah, yang diwujudkan dengan upayanya yang
sungguh-sungguh menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya . Dan
sungguh orang mukmin secara umum adalah orang yang wajib kita cintai
karena mereka secara umum juga mencintai Allah.
Harga
seorang sahabat yang baik tidaklah mungkin dinilai dengan materi,
walaupun manusia secara umum lebih menyukai materi dibandingkan dengan
kebutuhan jiwanya yang nonmateri. Kita mencintai sahabat bukan karena
materinya, kita mencintai bukan karena fisik dan pengaruhnya dimata
manusia, bukan pula karena pujian-pujiannya kepada kita, kita
mencintainya karena kesibukannya akan beramal sholeh, ber’amar ma’ruf
nahi munkar, menyuruh pada kebaikan dan mencegah serta memperingatkan
kita dari melanggar larangan Allah. Karenanya sudah seharusnya rasa
cinta kepadanya tidak akan bertambah dengan adanya pemberian dan tidak
akan berkurang karena tiadanya pemberian, kecintaan kita kepadanya
tidak bertambah karena seringnya frekuensi pertemuan dan tidaklah
berkurang karena jarangnya bertemu. Juga rasa cinta kita kepadanya
tidak bertambah karena dekatnya jarak dan tidaklah berkurang karena
jauhnya jarak yang memisahkan. Mari kita renungkan makna sahabat bagi
diri kita:
Ketika diri dalam keadaan lemah sahabatlah yang menguatkan
Ketika diri dalam keadaan putus asa sahabatlah yang memberikan harapan
Ketika diri dalam keadaan sendiri sahabatlah yang menemani
Ketika diri dalam keadaan kesulitan sahabatlah yang membantu dan memberi solusi
Ketika diri dalam keadaan salah arah sahabatlah yang meluruskan
Ya Allah Segala Puji bagimu yang telah menjadikan hidup kami berarti dengan karuniaMu berupa sahabat yang beriman dan bertakwa…
Perjumpaan dengannya mengingatkan hati akan akhirat, mendengar kata-katanya menambah ilmu
Perpisahan
dengannya menjadikan hati gundah, akankah Engkau Ya Allah memberikan
pengganti yang sama atau lebih baik dari dia… semoga saja
Aku
mencintaimu karena Allah wahai sahabatku dan semoga engkau juga
mencintaiku karena Allah sebagaimana cintamu padaku karenaNya. Amiin
Bangkok, 19 Safar 1432H
Abul Arnab Ibnu Ahmad
0 komentar:
Posting Komentar
Dalam memberikan komentar harap jangan menggunakan spam atau yang berbau porno, komentar anda sangat kami hormati,,,trims...Hidup Saling Berbagi..