Prinsip dan Ketentuan Ekonomi dan Bisnis Islami
Ekonomi dan praktik bisnis islami berkaitan sangat erat dengan akidah
dan syariah Islam sehingga seseorang tidak akan memahami pandangan
Islam tentang ekonomi dan bisnis tanpa memahami dengan baik akidah dan
syariah islam. Keterkaitan dengan akidah/kepercayaan menghasilkan
pengawasan melekat pada dirinya dengan mengindahkan perintah dan
larangan Allah yang tercermin pada kegiatan halal atau haram. Ini juga
mendorong penerapan ahlak sehingga terjalain hubungan harmonis dengan
mitranhya yang pada gilirannya akan mengantarkan kepada lahirnya
keuntungan bersama, bukan sekedar keuntungan sepihak.
Selanjutnya bisinis atau ekonomi bahkan semua ilmu dalam pandangan islam dalam operasionalnya berpijak pada dua cara :
1. Prinsip-prinsip dasar yang ditetapkan oleh al-Qura’an dan Sunnah, dan ini bersifat langgeng abadi tidak mengalami perubahan
2. Perkembangan positif masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi dimana terbuka lapangan yang luas untuk menampung yang baru lagi baik dari hasil pemikirin dan budi daya manusia, dan itu berarti dia bersifat sementara karena bila ada sesuatu yang lebih baik , dimana pun ditemukan makam itu harus menggantikan tempat yang lama ang tidak sebaik itu.
Anda jangan menduga bahwa adanya prinsip dasar bagi kegiatan ekonomi dan bisnis hanya terbatas pada ajaran Islam. Tidak ! setiap aliran ekonomi selalu berpijak pada prinsip-prinsip dasar yang menjadi rujukan penganutnya sehingga mengarahkan setiap langkah dalam bekerja dan berproduksi.
Kapitalisme, misalnya yang menganut paham kebebasan termasuk dalam bidang ekonomi dan bisnis tentu memiliki pandangan dan kepercayaan dalam hal kebebasan yang berbeda dengan pandangan komunisme yang juga dalam bidang ekonomi diarahkan oleh pandangan mereka tentang gerak-sejarah dan materialisme. Demikian terlihat bahwa upaya peningkatan ekonomi dan bisnis bukan sekedar persoalan ekonomi, tetapi juga berpihak pada prinsip-prinsip kepercayaan, politik, budaya, bahkan ahlak, dan lain-lain.
Berbicara tentang prinsip dasar yang dianut oleh Islam, kita dapat menyimpulkan bahwa inti ajarannnya adalah Tauhid. Dari sini lahir ketentuan-ketentuan yang bukan saja berkaitan dengan ekonomi/bisnis, tetapi juga menyangkut segala aspek kehidupan dunia dan akhirat. Tauhid dapat diibaratkan dengan matahari yang diciptakan Allah menjadi sumber kehidupan mahluk di permukaan bumi ini dan disekitarnya berkeliling planet-planet tata surya yang tidak dapt melepaskan diri darinya, maka demikian juga dengan tauhid. Disekelilingnya ada kesatuan-kesatuan yang tidak boleh dilepaskan darinya, seperti kesatuan kemanusiaan, kesatuan duni dan akhirat, kesatuan hukum, keadilan dan kemaslahatan, dan lain-lain.
Tauhid melahirkan keyakian bahwa segala sesuatu bersumber dari Allah dan berkesudahan kepada-Nya. Dia adalah pemilik mutlak dan tunggal yang dalam genggaman-NYa segala sesuatu, termasuk kepermilikan harta dan kewenangan nenetapkan aturan pengelolaan dan pengembangannya. Dan karena Allah Mahaadil dan selalu memerhatikan kemaslahatan umat manusia, maka semua ketetapan hukum-Nya, demikian juga produk ijtihad manusia yang dikaitkan dengan naman-NYa, tentu harus bercirikan keadilan dan kemaslahatan. Bisa jadi ada ketentuan hukum yang dilarang atau enggan ditetapkan pada satu masa kerana ketika itu dinilai bertentangan dengan kemaslahatan, tetapi karena adanya perkembangan masyarakat, maka ketetapan tersebut dicabut/diubah pada masa lainnya. Disini lahir ungkapan :”Dimana ada kemaslahatan di sanalah terdapat hukum Allah”
Kesatuan kemanusian mengantarkan pengusaha Muslim menghidari segal bentuk ekspolitasi terhadap sesama manusia, muslim atau non muslim. Dari sini dapat dimengerti mengapa Islam mengharamkan bukan saja riba, tetepai juga penipuan atau apa yang diduga dapat mengakibatkan penipuan walau terselubung. Kesatuan kemanusiaan mengharuskan manusia berpikir dan mempertimbangkan kepentingan umat manusia seluruhnya dalam semua tindakannya, bukan hanya untuk gnerasinya, tetapi juga generasi mendatang, sehingga terhindar dari penggunaan dan pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan oleh generasi masa kini saja.
Keyakinan akan kesatuan dunia dan akhirat, mengahantarkan seseorang untuk memiliki visi yang jauh ke depan dan tidak hanya berupaya mengejar keuntungan duniawi senata. Dari sini pula al-Qur’an mengingatkan bahwa sukses yagn diperolah mereka yang berpandangan dekat, bias melahirkan penyesalan dan bahwa kelak dimasa depan-mereka akan merugi dan dikecam (QS. Al-Isra’ [17]:18-19 )
Selanjutnya, secara umum dapat dikatakn bahwa ketentuan-ketentuan yang ditetapkan al-Qur’an dalam konteks berbisnis, paling tidak dapat dikelompokkan dalam tiga besar :
Pertama : Berkaitan dengan hati/kepercayaan pebisnis
Kedua : Berkaitan dengan moral dan perilaku pebisnis
Ketiga : Berkaitan dengan pengembangan harta/perolehan keuntungan
Selanjutnya bisinis atau ekonomi bahkan semua ilmu dalam pandangan islam dalam operasionalnya berpijak pada dua cara :
1. Prinsip-prinsip dasar yang ditetapkan oleh al-Qura’an dan Sunnah, dan ini bersifat langgeng abadi tidak mengalami perubahan
2. Perkembangan positif masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi dimana terbuka lapangan yang luas untuk menampung yang baru lagi baik dari hasil pemikirin dan budi daya manusia, dan itu berarti dia bersifat sementara karena bila ada sesuatu yang lebih baik , dimana pun ditemukan makam itu harus menggantikan tempat yang lama ang tidak sebaik itu.
Anda jangan menduga bahwa adanya prinsip dasar bagi kegiatan ekonomi dan bisnis hanya terbatas pada ajaran Islam. Tidak ! setiap aliran ekonomi selalu berpijak pada prinsip-prinsip dasar yang menjadi rujukan penganutnya sehingga mengarahkan setiap langkah dalam bekerja dan berproduksi.
Kapitalisme, misalnya yang menganut paham kebebasan termasuk dalam bidang ekonomi dan bisnis tentu memiliki pandangan dan kepercayaan dalam hal kebebasan yang berbeda dengan pandangan komunisme yang juga dalam bidang ekonomi diarahkan oleh pandangan mereka tentang gerak-sejarah dan materialisme. Demikian terlihat bahwa upaya peningkatan ekonomi dan bisnis bukan sekedar persoalan ekonomi, tetapi juga berpihak pada prinsip-prinsip kepercayaan, politik, budaya, bahkan ahlak, dan lain-lain.
Berbicara tentang prinsip dasar yang dianut oleh Islam, kita dapat menyimpulkan bahwa inti ajarannnya adalah Tauhid. Dari sini lahir ketentuan-ketentuan yang bukan saja berkaitan dengan ekonomi/bisnis, tetapi juga menyangkut segala aspek kehidupan dunia dan akhirat. Tauhid dapat diibaratkan dengan matahari yang diciptakan Allah menjadi sumber kehidupan mahluk di permukaan bumi ini dan disekitarnya berkeliling planet-planet tata surya yang tidak dapt melepaskan diri darinya, maka demikian juga dengan tauhid. Disekelilingnya ada kesatuan-kesatuan yang tidak boleh dilepaskan darinya, seperti kesatuan kemanusiaan, kesatuan duni dan akhirat, kesatuan hukum, keadilan dan kemaslahatan, dan lain-lain.
Tauhid melahirkan keyakian bahwa segala sesuatu bersumber dari Allah dan berkesudahan kepada-Nya. Dia adalah pemilik mutlak dan tunggal yang dalam genggaman-NYa segala sesuatu, termasuk kepermilikan harta dan kewenangan nenetapkan aturan pengelolaan dan pengembangannya. Dan karena Allah Mahaadil dan selalu memerhatikan kemaslahatan umat manusia, maka semua ketetapan hukum-Nya, demikian juga produk ijtihad manusia yang dikaitkan dengan naman-NYa, tentu harus bercirikan keadilan dan kemaslahatan. Bisa jadi ada ketentuan hukum yang dilarang atau enggan ditetapkan pada satu masa kerana ketika itu dinilai bertentangan dengan kemaslahatan, tetapi karena adanya perkembangan masyarakat, maka ketetapan tersebut dicabut/diubah pada masa lainnya. Disini lahir ungkapan :”Dimana ada kemaslahatan di sanalah terdapat hukum Allah”
Kesatuan kemanusian mengantarkan pengusaha Muslim menghidari segal bentuk ekspolitasi terhadap sesama manusia, muslim atau non muslim. Dari sini dapat dimengerti mengapa Islam mengharamkan bukan saja riba, tetepai juga penipuan atau apa yang diduga dapat mengakibatkan penipuan walau terselubung. Kesatuan kemanusiaan mengharuskan manusia berpikir dan mempertimbangkan kepentingan umat manusia seluruhnya dalam semua tindakannya, bukan hanya untuk gnerasinya, tetapi juga generasi mendatang, sehingga terhindar dari penggunaan dan pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan oleh generasi masa kini saja.
Keyakinan akan kesatuan dunia dan akhirat, mengahantarkan seseorang untuk memiliki visi yang jauh ke depan dan tidak hanya berupaya mengejar keuntungan duniawi senata. Dari sini pula al-Qur’an mengingatkan bahwa sukses yagn diperolah mereka yang berpandangan dekat, bias melahirkan penyesalan dan bahwa kelak dimasa depan-mereka akan merugi dan dikecam (QS. Al-Isra’ [17]:18-19 )
Selanjutnya, secara umum dapat dikatakn bahwa ketentuan-ketentuan yang ditetapkan al-Qur’an dalam konteks berbisnis, paling tidak dapat dikelompokkan dalam tiga besar :
Pertama : Berkaitan dengan hati/kepercayaan pebisnis
Kedua : Berkaitan dengan moral dan perilaku pebisnis
Ketiga : Berkaitan dengan pengembangan harta/perolehan keuntungan
0 komentar:
Posting Komentar
Dalam memberikan komentar harap jangan menggunakan spam atau yang berbau porno, komentar anda sangat kami hormati,,,trims...Hidup Saling Berbagi..